Arti
kata zuhud adalah tidak ingin kepada sesuatu dengan meninggalkannya. Menurut
istilahzuhud adalah berpaling dan meninggalkan sesuatu yang
disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan
menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau
kebahagiaan akhirat.
Ketenangan hidup
di dunia adalah dambaan setiap orang. Akan tetapi betapa banyak manusia yang
hidupnya penuh dengan kegelisahan, gundah gulana, kecemasan, ketakutan, adanya
kebencian dengan orang lain, dan keadaan lainnya yang tidak diinginkannya.
Di antara hal terbesar untuk
mendapatkan ketenangan hidup adalah ketika kita hidup di tengah-tengah manusia
dalam keadaan dicintai Allah dan juga dicintai manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menunjukkan kepada kita
suatu amalan yang akan mendatangkan kecintaan Allah dan juga kecintaan manusia
kepada kita.
Dari Abul
‘Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idiy radhiyallahu ‘anhu berkata,
جَاءَ
رَجُلٌ
إِلَى
النَّبِيِّ
صلى
الله
عليه
وسلم
فَقَالَ:
يَا
رَسُوْلَ
اللهِ،
دُلَّنِيْ
عَلَى
عَمَلٍ
إِذَا
عَمِلْتُهُ
أَحَبَّنِي
اللهُ
وَأَحَبَّنِي
النَّاسُ،
فَقَالَ:
اِزْهَدْ
فِي
الدُّنْيَا
يُحِبَّكَ
اللهُ،
وَازْهَدْ
فِيْمَا
عِنْدَ
النَّاسِ
يُحِبَّكَ
النَّاسُ
“Datang
seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia berkata, ‘Ya
Rasulullah, tunjukkan kepadaku akan suatu amalan yang apabila aku
mengerjakannya niscaya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia?’ Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Zuhudlah terhadap dunia
niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa-apa yang dimiliki oleh
manusia niscaya manusia mencintaimu’.” (Shahih, HR. Ibnu Majah dan selainnya,
lihat Shahiihul Jaami’ no.935 dan Ash-Shahiihah no.942)
Masalah
zuhud telah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits. Di antara ayat yang
menyebutkan masalah zuhud adalah firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan keluarga
Fir’aun yang mengatakan :
وَقَالَ
الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ (38) يَا
قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ
دَارُ الْقَرَارِ (39)
“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku,
ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman :
بَلْ
تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan
lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)
Mustaurid berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاللَّهِ
مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ
هَذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ – فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ
يَرْجِعُ
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat
melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat
dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.”
(HR. Muslim no. 2858)
Al Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,
“Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan
sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan.”[2] Bayangkanlah, perbandingan yang amat
jauh antara kenikmatan dunia dan akhirat!
Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ
كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا
مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya harga dunia itu di sisi Allah
sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir
walaupun hanya seteguk air.” (HR. Tirmidzi no. 2320. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits inishahih)
Ada
3 tingkatan zuhud yaitu:
- Tingkat Mubtadi’ (tingkat pemula) yaitu orang yang tidak memiliki sesuatu dan hatinya pun tidak ingin memilikinya.
- Tingkat Mutahaqqiq yaitu orang yang bersikap tidak mau mengambil keuntungan pribadi dari harta benda duniawi karena ia tahu dunia ini tidak mendatangkan keuntungan baginya.
- Tingkat Alim Muyaqqin yaitu orang yang tidak lagi memandang dunia ini mempunyai nilai, karena dunia hanya melalaikan orang dari mengingat Allah. (menurut Abu Nasr As Sarraj At Tusi)
Menurut
AI Gazali membagi zuhud juga dalam tiga tingkatan yaitu:
1.
Meninggalkan
sesuatu karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari padanya
2.
Meninggalkan
keduniaan karena mengharap sesuatu yang bersifat keakheratan
3.
Meninggalkan
segala sesuatu selain Allah karena terlalu mencintai-Nya
Dalam
keterangan di atas dapat disimpulkan pandangan bahwa harta benda adalah
se’suatu yang harus dihindari karena dianggap dapat memalingkan hati, dari
mengingat tujuan perjalanan sufi yaitu Allah. Namun ada yang berpendapat bahwa zuhud
bukan berarti semata-mata tidak mau memiliki harta benda dan tidak suka
mengenyam nikmat duniawi, tetapi sebenarnya adalah kondisi mental yang tidak
mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam mengabdikan diri kepada
Allah SWT.
Secara
harfiah, zuhud berarti tidak berminat kepada sesuatu
yang bersifat keduniawian, alias meninggalkan gemerlap kehidupan yang bersifat
material.
Zuhud
termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan
diri dari pengaruh negatif kehidupan dunia. Orang zuhud lebih mengutamakan atau
mengejar kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi daripada mengejar kehidupan
dunia yang fana.
Hal ini
dapat dipahami dari isyarat ayat berikut,
“Katakanlah: Kesenangan dunia ini hanya
sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa, dan kamu
tidak akan dianiaya sedikitpun.” (
Q.S. An-Nisa 4 : 77 ).
“Dan tiadalah kehidupan dunia
ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat
itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” ( Q.S. Al-Anaam 6: 32 ).
“Padahal kenikmatan hidup di
dunia ini ( dibandingkan dengan kehidupan ) akhirat hanyalah sedikit.” ( Q.S. At-Taubah 9 : 38 ).
Ayat-ayat di
atas memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia yang sekejap ini sungguh tidak
sebanding bila dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.
Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia. Lebih lanjut Allah
berfirman,“Sedangkan kehidupan akhirat
adalah lebih baik dan lebih kekal.” ( QS.
Al-A’la 87 : 17 ).
Orang zuhud
bukan berarti meninggalkan dunia secara total, mereka menjadikan dunia hanya
sebatas genggaman tangannya dan tidak sampai memperbudak hatinya. Inilah hakikat zuhud.
Perhatikan
ayat berikut :
“Dan carilah pada apa yang telah
dianugrahkan Allah kepadamu ( kebahagiaan ) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi, sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” ( Q.S. Al Qashash 28 :77 )
Dalam ayat
ini Allah memerintahkan agar kita menggunakan segala kenikmatan yang
diberikan-Nya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat. Namun Allah swt.
menegaskan bahwa kehidupan dunia juga tidak boleh kita lupakan. Merujuk pada
ayat ini, kita bisa menyimpulkan bahwa orang zuhud sangat mengutamakan
kehidupan akhirat, namun mereka tidak meninggalkan kehidupan dunia, sehingga
terjadi keseimbangan antara kebahagiaan dunia dan akhirat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini telah mengajarkan do’a
yang sangat bagus kandungannya, yaitu berisi permintaan rasa yakin agar begitu
ringan menghadapi musibah. Do’a tersebut adalah :
اللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ
طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ
عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا
“Allaahummaqsim lanaa min khosy-yatika maa
yahuulu bihii bainanaa wa baina ma’aashiika, wa min thoo’atika maa
tuballighunaa bihi jannatak, wa minal yaqiini maa tuhawwinu bihi ‘alainaa
mushiibaatid dunyaa” (Ya Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa
takut kepadaMu yang menghalangi kami dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan
kepadaMu yang mengantarkan kami kepada SurgaMu, dan curahkanlah rasa yakin yang dapat meringankan berbagai
musibah di dunia) (HR. Tirmidzi no. 3502. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits inihasan). Inilah di antara tanda
zuhud, ia tidak begitu berharap dunia tetap ada ketika ia tertimpa musibah.
Namun yang ia harap adalah pahala di sisi Allah.
Pendorong
Zuhud
Ada beberapa hal yang akan
menjadikan kita zuhud terhadap dunia, di antaranya:
- Kuatnya iman hamba dan menghadirkan diri seolah-olah menyaksikan apa-apa yang di sisi Allah, dan menyaksikan kedasyatan hari kiamat, inilah yang akan menjadikan hilangnya kecintaan terhadap dunia dan kenikmatannya dari hati hamba, akhirnya dia pun berpaling dari kelezatannya dan kesenangannya serta mencukupkan diri dengan yang sedikit saja darinya.
- Seorang hamba harus merasakan dan menyadari bahwasanya dunia itu akan menyibukkan hati dari terikat dengan Allah, dan akan menjadikan seseorang terlambat dari mencapai tingginya derajat di akhirat, dan bahwasanya seseorang kelak akan ditanya tentang kenikmatan yang ada padanya, Allah berfirman yang artinya, “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” [At-Takaatsur:8].
- Dunia tidak akan didapat oleh seorang hamba sampai dia bersusah payah dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya, dia mengerahkan segenap kemampuannya, tenaganya dan pikirannya, dan kadang-kadang dia pun mengalami kerendahan ataupun kegagalan dan harus siap bersaing dengan lainnya. Yang seharusnya dia kerahkan tenaga dan pikirannya tersebut untuk mencari ilmu agama, berdakwah, berjihad dan beribadah kepada Allah. Perasaan ini yang dirasakan oleh hamba yang cemerlang hatinya, akan menjadikan dia bosan terhadap dunia dan beralih kepada sesuatu yang lebih baik dan kekal yaitu akhirat.
- Al-Qur`an telah merendahkan dan menghinakan dunia dan kenikmatannya dan bahwasanya dunia itu sesuatu yang menipu, bathil, permainan dan sesuatu yang melalaikan. Dan Allah telah mencela orang yang lebih mengutamakan dunia di atas akhirat. Semua nash/dalil ini baik yang ada di dalam Al-Qur`an ataupun As-Sunnah, akan menjadikan seorang mukmin bosan terhadap dunia, dan dia hanya terikat dengan yang kekal yaitu akhirat.
Dari
Jabir bin ‘Abdillah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk
ke pasar dari tempat yang tinggi sedangkan manusia ada di sekitarnya, lalu
beliau melewati seekor bangkai kambing kacang yang kecil kedua telinganya,
kemudian beliau pun mengambilnya dan memegang telinganya seraya bersabda,
“Siapakah di antara kalian yang mau membelinya dengan satu dirham?” Maka mereka
pun menjawab, “Demi Allah, seandainya hidup, kambing itu pun mempunyai cacat
karena kedua telinganya kecil, maka bagaimana (kami mau membelinya) dalam
keadaan kambing itu sudah menjadi bangkai?! Maka Rasulullah pun bersabda, “Demi
Allah, sungguh dunia itu lebih hina dan rendah di sisi Allah daripada bangkai
ini atas kalian.” (HR. Muslim dalam Kitaabuz Zuhd, lihat Syarhnya 5/814)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Tidaklah dunia bila dibandingkan
dengan akhirat kecuali seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelupkan
ke laut, maka lihatlah apa yang dibawa jari tersebut!” (Lihat Shahiihul Jaami’ no.5423)