February 03, 2015

Kewajiban/mendoakan terhadap Orang Tua Non Muslim


Mendoakan orang tua yang non muslim agar mendapat hidayat sehingga masuk Islam tidak terlarang, justru doa itu adalah persembahan paling berharga yang bisa diberikan seorang anak kepada orang tuanya. Sebab tidak ada kekayaan dan kenikmatan yang lebih tinggi nilainya dari pada nikmat menjadi seorang muslim yang sujud kepada Allah SWT.
Doa itu adalah harapan sekaligus permintaan kepada Allah. Dan selama seseorang masih bernafas, masih ada kesempatan baginya untuk kembali ke jalan-NYa. Doa itu akan didengar oleh Allah SWT, walaupun masalah terkabul atau tidaknya, akan kembali lagi kepada Allah juga. Tetapi doa yang dipanjatkan tidak akan sia-sia. Minimal menjadi pahala bagi yang berdoa. Yang dilarang untuk mendoakan sesungguhnya adalah bagi orang kafir yang telah wafat dalam keadaan kekafirannya. Yaitu memohon kepada Allah SWT agar diampuni dosa-dosanya, padahal selama hidupnya tidak pernah menyatakan iman kepada Allah SWT dan mengingkari bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan rasul-NYa. Bahkan mengingkari bahwa Al-Qur'an Al-Kariem adalah firman-NYa yang wajib dijadikan pedoman hidup.
Larangan mendoakan orang kafir yang sudah mati itu jelas tercantum di dalam Al-Qur'an Al-Kariem: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (QS At-Taubah: 119) Yang dimaksud dengan meminta ampun buat orang musyrik adalah bila mereka telah nyata mati dalam keadaan kafir.

Adapun bila mereka masih hidup, tentu saja kita wajib mengajak mereka masuk Islam. Dan di antara bentuk ajakan itu adalah doa kepada Allah SWT agar mereka diberi hidayah dan cahaya yang menerangi hidup, berupa kesadaran untuk berserah diri kepada Allah SWT. Umar bin Al-Khattab ra. tadinya adalah seorang musyrik dan kerjanya memerangi dakwah nabi SAW. Namun dengan segala keikhlasan, Rasulullah SAW meminta kepada Allah agar Islam dikuatkan dengan salah satu dari Umar. Dan Allah SWT mengabulkan doa itu sehingga Umar bin Al-Khattab masuk Islam serta menjadi orang terbaik setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Masuk Islamnya Umar ra. antara lain karena permohonan dan doa nabi SAW.

Namun apakah setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT akan dikabulkan atau tidak, semua kembali kepada Allah SWT. Bahkan ketika Rasulullah SAW berdoa agar paman-Nya masuk Islam, kehendak Allah ternyata lain. Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS Al-Qashash: 56) Namun doa tetap harus dipanjatkan, karena doa itu memang diperintahkan. Masalah dikabulkan atau tidak, itu menjadi urusan Allah. Dan Tuhanmu berfirman, "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al-Mu'min: 60)

Bila hari ini seseorang berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar orang tuanya yang non muslim diberi hidayah hingga memeluk agama Islam, tentu sebuah bentuk bakti kepada orang tua yang tak ternilai harganya. Perbuatan itu justru harus terus dilanggengkan, karena Allah SWT memerintahkan kita untuk meminta kepada-NYa, baik cepat terkabul atau tidak. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS Al-Baqarah: 186) Semoga Allah SWT memberi taufiq dan hidayat-Nya kepada saudara kita dan orang-orang yang masih kafir untuk bisa menerima anugerah yang paling berharga, yaitu menjadi seorang muslim.

Jika Orang Tua kita Non-Muslim

Perhatikan lah bahasan berikut. Banyak sekali hal hal ini yang terjadi di kehidupan kita. Kita harus apa ya, harus bagaimana? Oke, saya ambil beberapa ‘point of view’ yang sekiranya penting untuk kita ketahui.
Yang sederhana  tapi cukup krusial dulu yang  kita bahas. Gimana kalau Anak kecil yang dilahirkan oleh orang tua yang keduanya non-muslim, kemudian ia meninggal sebelum usia baligh, apakah di sisi Allah ia dianggap sebagai muslim ataukah tidak? Penting banget ya kita tahu. Jawabannya itu adalah:  Pada dasarnya, setiap manusia dilahirkan bersih tanpa dosa, atau yang kita biasa kenal dengan ‘Fitrah’. Hal ini tentunya tanpa melihat status agama orang tuanya. Bayi orang-orang kafir itu di dunianya (sesuai  hukum dunia) tetap kafir, walaupun pada akhirnya di akherat nanti akan masuk surga, menurut pendapat yang shahih.
Keterangan dari kitab:
Mughni al-Muhtaaj, II/424.

Mughni al-Muhtaaj, juz II hal 424: Banyak pendapat yang
saling berbeda mengenai anak-anak orang kafir yang mati sebelum mengucapkan Islam.Menurut pendapat yang ashah/lebih shahih, mereka akan masuk surga, karena setiap bayi itu
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci dan dosa).
Itu kalau konteks nya  bayi, Kalau yg sudah agak besar?
Gini, Islam memberikan mekanisme taklif dalam setiap ketentuan hukumnya, karena pada dasarnya Islam adalah agama yang mudah. Taklif dalam wacana Islam adalah kriteria minimal seseorang dianggap qualifikatif untuk menjalankan syariat dan hukum-hukum Islam. Taklif ini mempunyai 2 dimensi akil-baligh dan tamyiz (bisa membedakan salah dan benar).
Rasulullah bersabda,
 "Ada 3 orang yang tidak dibebani kewajiban, anak kecil hingga ia baligh, orang tidur hingga ia bangun, dan orang gila hingga ia sadar".
Al-Quran juga mengatakan, "Orang tidak menanggung dosa orang lain".

Kaitannya apa ya sama taklif? Nah, anak kecil tanpa melihat status agama orang tuanya belum terkena kewajiban apa-apa, sehingga diapun tidak bisa disebut berdosa atau berpahala karena segala amalannya belum masuk ke rekening amalnya. Terus bagaimana bisa menghukumi dia masuk surga atau neraka sementara ‘rapor’ amalnya masih bersih tidak ada coretan? Catatan rapor orang tuanya tidak bisa mempengaruhi nilai amalannya. Sebab Islam tidak mengenal dosa turunan, sehingga anak kecil ini pun tidak bisa ditanggungkan dosa kekafiran orang tuanya, meski ia sendiri terlahir kafir.

Terus proses penguburannya?  Ya , Jika anak tersebut belum mukallaf (terkena beban syariat), dan kedua orang tuanya non muslim (kafir), maka hukumnya sebagaimana yang berlaku bagi orang tuanya. Yaitu karena non muslim pasti tidak dishalatkan, dan tidak dimakamkan di pemakaman kaum muslimin.
Kemudian, anak kecil ini di akhiratnya bagaimana? Kembalikan kepada kehendak Allah Ta’ala aja deh. Persoalan ini sudah menjadi ‘wewenang’ Allah soalnya. Kita hanya bisa menghukumi secara dhahir. Begitu pesan syariat.
Nah, terus kalo nge doa in Orang tua yang non muslim? Begini. Islam tetap memerintahkan seorang anak berbakti kepada orang tuanya didalam urusan-urusan yang tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah swt walaupun dia bukanlah seorang muslim, sebagaimana firman-Nya :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman [31] : 15)
Jika kedua Orang Tua masih hidup. Di keadaan orang tua yang belum memeluk islam maka diwajibkan bagi anaknya yang telah memeluk islam untuk menyeru dan mengajaknya kepada islam dengan cara yang bijaksana tanpa harus memaksanya. Untuk selanjutnya menyerahkan hasil dakwahnya itu kepada kehendak Allah swt.
Nah kalau selagi dakwah terus Orang Tua kita meninggal? Apa ya, yang kita lakukan? Begini, maksud dari menyerahkan dakwah kepada Allah Swt itu adalah Apa  saja hal hal yang kita lakukan terhadap Orang Tua kita meskipun pada akhirnya salah satu dari mereka meninggal dunia tanpa penah mengucapkan kalimat syahadat sebagai pernyataan keislamannya, semoga menjadi hujjah (bukti) dihadapan Allah swt atas dakwah kita terhadap mereka  dan mendapatkan ganjaran pahala dari-Nya.
Nah jika tentang berdoa memohonkan ampunan atau keringanan siksaan kepada Allah terhadap orang tua yang meninggal dunia?  Kita harus berdasarkan firman Allah swt :
 “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah [9] : 113) ­
Sedangkan secara khusus terhadap ibu kita yang masih hidup dan belum memeluk islam makahendaklah anda tidak berputus asa untuk tetap mengajaknya kepada islamDibolehkan bagi anda dalam upaya ini berdoa kepada Allah swt agar dibukakan hatinya kepada islam, sebagaimana disebutkan didalam kisah Musa, as :
“Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata: “Hai Musa, mohonkanlah untuk Kami kepada Tuhamnu dengan (perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu dan pada Kami, pasti Kami akan beriman kepadamu dan akan Kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu”. Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. Kemudian Kami menghukum mereka, Maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu.” (QS. Al-A’raf [7] : 134 – 136)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairoh berkata bahwa Thufail bin ‘Amr ad Dausiy—Thufail bin ‘Amr (ad Dausiy) mendatangi Nabi saw— dan berkata,
”Sesungguhnya (orang-orang) Daus telah celaka, maksiat dan enggan maka berdoalah kepada Allah untuk mereka.’ Lalu beliau saw bersabda,’Wahai Allah berilah petunjuk kepada (orang-orang) Daus dan berangkatlah kamu menemui mereka.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Gampangnya gini. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa diperbolehkan bagi seseorang berdoa bagi kedua orang tuanya yang masih kafir serta memintakan ampunan bagi mereka selama keduanya masih hidup. Adapun apabila orang itu telah meninggal maka terputuslah harapan itu semua darinya dan tidaklah diperbolehkan memohon ampunan baginya.
 Ibnu Abbas berkata bahwa mereka dahulu memintakan ampunan kepada orang-orang yang telah meninggal dari mereka (orang-orang musyrik) lalu turunlah ayat ini (At taubah : 113) dan mereka pun menghentikan permohonan ampun itu namun mereka tidak dilarang dari memohon ampunan bagi mereka yang masih hidup hingga mereka meninggal dunia. (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid IV hal 587 - 588)
Sekarang bahsan nya lain lagi nih. Gimana hukumnya waris mewaris nya?   Jikalau anaknya yang non-Muslim, maka ia tidak mendapatkan hak waris dari orang tua yang Muslim. Sabda Rasulullah SAW,
“Orang Muslim tidak mewariskan orang kafir dan orang  kafir tidak mewariskan orang Muslim.” ( HR Bukhari, 6267 ).
Namun, anak non-Muslim boleh mendapat hadiah dengan disertai targhib ( harapan ) supaya anak non-Muslim itu dapat kembali lagi kepada Islam.
Kalo Orang tuanya yang non-muslim?
Ada dua pendapat berkaitan dengan warisan kepada dan dari Muslim – non muslim:

Pendapat yang Tidak Membolehkan
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanyaMaka seorang anak tunggal dan menjadi satu-satunya ahli waris dari ayahnya, akan gugur haknya dengan sendiri bila dia tidak beragama Islam.
Jumhur ulama berpendapat demikian, termasuk keempat imam mujtahid, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. 
Pendapat yang Membolehkan
Namun sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu’adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa seorang muslim boleh mewarisi orang kafirtetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Al-Islam ya’lu walaayu’la ‘alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).


Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi sebagai penggugur hak mewarisi, yakni murtad. Orang yang telah keluar dari Islam dinyatakan sebagai orang murtad. Dalam hal ini ulama membuat kesepakatan bahwa murtad termasuk dalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi orang Islam.

Sementara itu, bolehkah seorang muslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad?
Menurut mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali (jumhur ulama) bahwa seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad. Sebab, menurut mereka, orang yang murtad berarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara otomatis orang tersebut telah menjadi kafir. Karena itu, seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya, bahwa antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi.Sedangkan menurut mazhab Hanafi, seorang muslim dapat saja mewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan ulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan, “Seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang muslim.” Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, dan lainnya.

Sekarang kita bahas mengenai pernikahan. Wih ternyata dari tadi Seru ya bahasannya …
Kalo laki laki. Ya gak kasih tahu Orang Tua juga gpp. Tapi kalo perempuan? Atau calon istri nya ayahnya Non-Muslim?
Nah, gini di budaya timur yang kita kenal, sebaiknya kalau ada rencana melamar calon isteri itu tidak sendiri, tetapi disertai oleh wali atau keluarganya. Biasanya keluarga yang ditokohkan akan menjadi juru bicara dan mewakili calon pengantin pria untuk melamar pihak wanita. Hal ini mengandung banyak hikmah. Di kesankan bahwa keputusan menikah itu menjadi keputusan yang direstui keluarga besar Anda.
Kita musti mengerti. Pernikahan juga tidak hanya melibatkan kita saja, tetapi dia juga melibatkan antara dua keluarga besar, sehingga wajar kalau mereka dilibatkan sejak sekarang.
Nah kalau Orang tuanya pihak wanita Non Muslim? Wali nikah nya gimana? Mengenai masalah wali nikah, karena calon mertua non muslim, maka syariat mengisyaratkan hal seperti ini:
Keharusan untuk menjadi  wali nikah yang utama adalahberagama Islam. Dan itu menjadi syarat sah yang harus dimiliki oleh seorang wali. Perlu diketahui bahwa syarat seorang wali itu ada 6 hal:
  1. Muslim
  2. Berakal
  3. Baligh
  4. Adil
  5. Merdeka 
  6. Laki-laki
Bila salah satu syarat dari keenam syarat itu tidak terpenuhi, maka seseorang tidak berhak untuk menjadi wali atas sebuah akad nikah.
Sebenarnya orang yang paling berhak menjadi wali nikah adalah ayah kandung, kemudian kakek dari fihak ayah dan seterusnya ke atas. Apabila semuanya tak ada, atau ada uzur, maka dapat dilakukan oleh saudara (kakak atau adik) kandung. Berikutnya paman (saudara ayah). Dan bila semuanya ternyata beragama non Islam, maka perwalian dapat dipindah ke wali hakim. Kita dapat merundingkannya dengan pihak KUA yang akan membantu pernikahan Kita.
Nah, semoga bermanfaat ya. Semoga Allah Swt selalu mengiringi langkah kita. Salam.

Sumber:
Konsultasi AgamaRepublika, Kamis, 27 Januari 2011 / 22 Shafar 1432
Penulis :Al Allamah Ibnu Qayyim rahimahullah : Kitab Thariqul Hijratain pada bab Thabaqat Al Mukallafin

Berdoa dan Ziarah Kubur ke Orang Tua Non Muslim - Eramuslim

Segala puji bagi Allah yang telah menunjukki anda kepada agama-Nya dan semoga anda diberikan keistiqomahan dan keteguhan didalam beriman kepada-Nya. Dan sungguh sebuah karunia yang besar ketika seorang hamba-Nya berpindah dari agama selain islam kepada agama-Nya, Islam. Karena Perpindahan tersebut akan menghapuskan segala dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelum dirinya memeluk agama islam.
Dan ketika anda telah menyatakan diri sebagai seorang muslim maka sejak saat itu anda diharuskan melakukan berbagai kewajiban yang juga diwajibkan kepada seluruh kaum muslimin lainnya, seperti : shalat lima waktu dalam sehari, berpuasa di bulan ramadhan, berhaji ke baitullah jika memiliki kesanggupan untuk pergi ke sana, mengeluarkan zakat dan lainnya. Namun yang perlu anda ketahui bahwa Allah swt tidaklah membebankan kewajiban terhadap hamba-Nya kecuali sesuai dengan kamampuan manusia dan sesungguhnya Allah Yang Maha Pemurah telah menjadikan agamanya itu sebuah kemudahan, firman-Nya :
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Artinya : “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj : 78)
Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqoroh : 185)
Diantara bukti kemudahan tersebut adalah ketika seorang melakukan perjalanan jauh maka dirinya diperbolehkan melakukan penggabungan (jama’) dan pemendekan (qashar) shalat, seorang yang tidak mendapatkan air untuk berwudhu maka diperbolehkan baginya untuk bertayammum dengan menggunakan pasir, seorang yang sakit diperbolehkan untuk tidak melaksanakan puasa dan lain sebagainya.
Namun demikian itu semua tidaklah dilakukan secara seenaknya tanpa adanya sebuah aturan. Untuk itu hal yang paling penting saat ini anda harus lakukan diawal-awal keislaman anda adalah belajar dan mencoba mencari tahu tentang ajaran-ajaran islam tersebut secara bertahap dari orang-orang yang mengetahui tentangnya, sebagaimana firman Allah swt :
Artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nahl : 43)
Dan apa yang anda tanyakan tentang mendoakan orang tua yang telah meninggal dunia dalam keadaan berbeda agama (non muslim) maka al Qurthubi mengatakan,”Kebanyakan ulama mengatakan bahwa diperbolehkan bagi seseorang berdoa bagi kedua orang tuanya yang masih kafir serta memintakan ampunan bagi mereka selama keduanya masih hidup. Adapun apabila orang itu telah meninggal dunia maka terputuslah harapan itu semua darinya dan tidaklah diperbolehkan memohon ampunan baginya. Ibnu Abbas berkata bahwa mereka dahulu memintakan ampunan kepada orang-orang yang telah meninggal dari mereka (orang-orang musyrik) lalu turunlah ayat ini (At taubah : 113)
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Artinya : “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At Taubah : 113)
Dan mereka pun menghentikan permohonan ampun itu namun mereka tidak dilarang dari memohon ampunan bagi mereka yang masih hidup hingga mereka meninggal dunia. (baca: Memohon Ampun kepada Orang Musyrik)
Adapun menziarahi kubur seorang non muslim maka diperbolehkan selama bertujuan untuk mengambil pelajaran, seperti : untuk mengingat mati, ketiadaberdayaan dirinya melawan kematian, bagaimana keadaan dirinya setelah kematian dan sebagainya selama tidak bertujuan untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama, seperti : mendoakan dan memintakan ampunan bagi orang yang ada didalam kubur.
Hal tersebut didasari apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh berkata,”Nabi saw menziarahi kubur ibunya, lalu dia menangis dan menangis pula orang-orang yang ada di sekitarnya. Beliau saw bersabda,’Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohon ampunan buatnya tapi Dia tidak mengizinkanku. Dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburannya lalu Dia mengizinkanku. Maka ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu akan mengingatkan kematian.”

Hukum Mendoakan Orangtua Non-Muslim


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, mohon pencerahan; apakah doa seorang anak muslim untuk orangtuanya yang non muslim akan diterima oleh Allah swt.? Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
S-....



Jawaban:

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Terima kasih atas pertanyaan dan perhatiannya. Pertanyaan Anda sangat menarik, hanya saja Anda tidak menyebutkan jenis doa yang Anda maksud, apakah doa agar orangtua diampuni Allah ataukah agar mereka mendapat hidayah? Tetapi tidak masalah, saya akan mencoba menjawabnya dengan menjelaskan hukum berdoa untuk kedua orangtua yang non-Muslim dengan dalil-dalil Al-Qur`an dan Hadits.

Berbakti kepada kedua orangtua merupakan satu amaliah yang diwajibkan oleh Allah swt.. Hal ini didasarkan pada sejumlah ayat yang menyandingkan penyebutan nama kedua orangtua dengan penyebutan nama Allah swt., seperti disebutkan dalam firman Allah swt.:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Israa` [17]: 23)

Bahkan, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa berbakti kepada kedua orangtua termasuk amaliah yang paling dicintai Allah swt.. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra., dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: ‘Amaliah apa yang paling dicintai Allah?’ Rasulullah menjawab: ‘Shalat pada waktunya.’ ‘Lalu apa lagi?’, tanyaku. Beliau menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orangtua.’ ‘Lalu apa lagi?’, tanyaku. Beliau menjawab: ‘Jihad fii sabilillaah (di jalan Allah).’

Salah satu cara berbakti kepada kedua orangtua adalah dengan mendoakannya, yaitu mendoakan agar mereka diampuni dosa-dosanya dan dirahmati oleh Allah swt., seperti diperintahkan dalam firman Allah:

Dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku (di) waktu kecil.’” (QS. Al-`Israa` [17]: 25)

Doa untuk kedua orangtua yang merupakan upaya untuk berbakti kepada keduanya itu tidak hanya harus dilakukan saat mereka masih hidup, tetapi juga ketika mereka sudah meninggal dunia, seperti disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang berbunyi:

Diriwayatkan dari Abu `Usaid Malik bin Rabi’ah as-Sa’idi ra., bahwa dia berkata: “Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba seorang lelaki dari Bani Salamah mendatangi beliau, kemudian dia bertanya: ‘Wahai Rasulullah, masih adakah (kewajiban) berbakti kepada ibu-bapakku setelah keduanya meninggal?’ Rasulullah menjawab: ‘Ya, (masih ada), (yaitu) menshalatkan keduanya, memohonkan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji mereka berdua setelah keduanya (wafat), menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) yang tidak akan tersambung kecuali melalui keduanya, dan menghormati teman keduanya.’” (HR. Abu Dawud, 4/336 (5142)

Hanya saja, perlu digarisbawahi bahwa hal itu boleh dilakukan bila kedua orangtua kita beragama Islam. Tetapi bila ternyata keduanya (atau salah satunya) tidak beragama Islam, maka kita dilarang untuk memohonkan ampunan untuknya. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt.:

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. At-Taubah 9: 113)

Memang doa seperti itu pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.. Dalam Al-Qur`an disebutkan bahwa beliau pernah memohonkan ampunan untuk ayahnya yang masih kafir, namun permohonan ampunan itu tidak lain hanyalah karena suatu janji yang beliau ikrarkan kepada sang ayah dengan harapan agar sang ayah mau meninggalkan penyembahan terhadap berhala. Ketika jelas bahwa sang ayah tetap pada kekafirannya, Nabi Ibrahim pun meninggalkan perbuatan tersebut. Hal ini seperti dijelaskan dalam firman Allah swt.: “Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang hamba yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah [9]: 114)

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, jelaslah bahwa memohonkan ampunan untuk orangtua yang non-muslim hukumnya haram. Namun, perlu digarisbawahi pula bahwa bila orangtua kita yang non-muslim itu masih hidup, maka kita dianjurkan untuk mendo’akannya agar beliau (mereka berdua) diberi hidayah oleh Allah swt.. Hal ini pernah dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw. saat beliau mendoakan pamannya, Abu Thalib, agar diberi hidayah oleh Allah swt.. Wallaahu A’lam….